Dirgahayu Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke – 71. Membangkitkan Kesadaran Kolektif Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
The slide is a linking image Pure Javascript. No jQuery. No flash. #htmlcaption

Senin, 14 November 2016

Mozaik 5. Fatamorgana Kesuksesan






Bukan sukses tidaknya seseorang di dunia ini yang di pandangNya, melainkan ketaqwaannya. Ya itulah kesuksesan yang hakiki dimana dengan ketaqwaannya akan membawa pada kesuksesan di akhirat kelak.



Sesaat kita belajar tentang embun. Embun di pagi hari ada karena proses penyubliman, setelah matahari meninggi kembali embun itu akan menguap bak air biasa tanpa meninggalkan jejak-jejak yang berarti. Seperti itulah kehidupan kita di dunia saat ini. Dimana kita beberapa tahun yang lalu berada dalam kandungan seorang yang tanpa pamrih bernama ibu, lalu beliau lahirkan dan mengasuhnya dalam susah payah, besar dan berkembang hingga dewasa, mulai menua dan akhirnya mati tertimbun tanah berukuran dua kali satu meter.
Begitulah kehidupan ini, fana lagi sementara. Bak kembang yang mulai kuncup, kemudian merekah sehingga timbul wewangian yang khas. Namun setelah harum semerbak menyebar maka akan layu dan jatuh gugur sehingga tersapu angin dan berlalu. Kehidupan dunia memang seperti itu,yang kekal hanyalah di akhirat kelak.
Segala kesenangan yang kita reguk dan kecap adalah sementara, pun juga kesusahan yang kita terkadang rasakan juga hanya sejenak. Oleh karena itu apakah kita akan begitu tamak memburu harta dan jabatan yang sementara itu hingga nantinya akan dikatakan sukses? Apakah kita akan terlalu bakhil terhadap harta kita? Apakah kita juga akan diam saja tatkala seseorang di sekeliling kita berada dalam kekurangan?. Marilah kita renungkan itulah beberapa sifat yang ada disekitar kita sekarang ini dan semoga kita tidak seperti itu, Amin.
Namun terkadang ada juga yang tidak sabar akan kesusahan yang mendera kehidupan ini sehingga mereka memasuki jalan yang salah untuk berniat mengakhiri kesusahan itu, sungguh bukannya akan hilang tetapi malahan sejatinya akan bertambah. Hati juga terkadang gundah, merasa sempit, dan terlalu rapuh dalam menghadapi kesempitan hidup ini.
Apakah yang demikian itu akan menjadi jalan kita setelah kita mengikrarkan diri beriman dan hanya bersandar hanya padaNya?. Mungkin dari kita atau sekeliling kita banyak yang terlalu over dengan rasa tamak dan berbangga dirinya akan keberhsilan dn kesuksesan yang diraihnya sehingga bakhil jadi jalannya, atau terkadang cepat putus asa dalam menghadapi masalah yang bertubi-tubi lagi kesempitan ekonomi yang membelit.     
Kesuksesan dan kesusahan sejatinya telah Allah adakan sebelum kita berada dalam dunia miliknya ini. Namun kita sebagai seseorang yang telah menambatkan hati kita hanya kepadaNya, maka janganlah kita terlalu gembira apabila kita sudah terlanjur mendapat kesuksesan atau sebaliknya jangan terlalu berduka cita, putus asa hingga hatinya menjadi sempit tatkala kesusahan melanda kehidupan ini. Sungguh Allah akan sangat mudah merubah yang sukses denjadi bangkrut dan sebaliknya yang sempit menjadi longgar kembali.
"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri". (Q.S. Al Hadid : 22-23).
Begitulah Allah menyiratkan firmanNya, agar kita dapat men-tadabbur-inya sehingga mengerti bagaimana kita seharusnya melangkah dalam menghadapi sulitnya kehidupan ini atau sebaliknya. Kita tidak diperbolehkannya terlalu gembira akan pemberian yang Allah sampaikan, apa itu kesuksesan, kekayaan atau kedudukan. Terlalu gembira disini dalah kita dilarang untuk gembira yang melampaui batas yang menyebabkan kesombongan, ketakaburan dan lupa kepada Allah.
Untuk mengatasi hal yang berlebihan dimana yang dilarang oleh Allah, maka satu sikap yang menjadi solusi itu semua adalah seimbang. Sikap seimbang atau tawazun akan terasa nikmat lagi lezat kita kecap manakala jiwa kita melepas rasa belenggu kebingungan dan kesusahan dengan upaya kita meminta bantuan kepada Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengkayakan. Disamping itu kita belajar untuk mengekang segala kemungkinan kita untuk takabur dan sombong atas apa yang kita dapatkan.
Berkenaan dengan hal itu kita seharusnya sadar akan usaha apa yang kita lakukan serta kita menapaki jejak-jejak amal usaha yang dapat menjadi ikhtiar kita dibukakan pintu untuk keluar belenggu dari kesusahan lagi kebingungan hidup sekarang ini. Setelah itu, kita ridha dengan hasil apa yang kita usahakan tersebut serta pasrah pada ketentuan Allah Azza Wa Jalla Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik atas hambaNya. Dan hasil itulah yang terbaik buat kita walaupun terkadang bukan seperti apa yang kita harapkan, namun sungguh Allah lebih mengetahuiNya.
Namun bagaimana kita belajar untuk dapat seimbang dalam menghadapi kondisi yang seakan tidak bersahabat ini? Sebagai seorang muslim yang telah menyandarkan hati dan seluruh raga ini hanya kepadaNya maka marilah kita pelajari kembali dan kita contoh kisah ketawazunan para rasul dan orang-orang shalih terdahulu. Sehingga kita mampu memiliki cara pandang seperti yang mereka contohkah untuk hidup berada di jalan yang lurus yang tentunya tetap mengacu pada dua pusaka umat islam Al Qur'an dan As Sunnah. Begitulah seharusnya kita menapaki jejak-jejak dalam dunia yang fana ini.
Setelah kita mengetahui itu semua, maka kita senantiasa menginginkan kesuksesan dan mampu menjadikan sukses kita itu untuk tidak sebagai alat untuk takabur dan sombong dihadapan orang lain. Pun juga kita berharap apabila tertimpa musibah kekurangan atau cobaan, kita terhindar dari rasa putus asa dan gundah serta sempit hati dalam mengahadapi. Kita hanya mampu memohon kepada Allah agar hati ini mampu melakukan itu.
Kesuksesan, hal ini yang mesti diidamkan oleh semua orang. Namun sukses yang seperti apa yang kita akan harapkan? Apkah kesuksesan itu yang hanya berada di dunia tanpa niatan yang baik untuk berbagi, ataukah kesuksesan yang menjadikan kita dibenci orang lain lantaran cara yang kita lakukan untuk mendapatkannya jauh dari kearifan. Ya itulah kesuksesan yang fana lagi tentunya merugikan kita.
Sejatinya para rasul dan orang-orang shalih terdahulu telah mengajarkan kita akan hakikat sukses itu. Bukankah sukses yang mereka bangun berorientasikan pada akhirat namun tidak mengesampingkan dunia. Kesuksesan mereka dibangun atas dasar proses yang baik lagi tujuan yang mulia. Kesuksesan atas niatan mereka yang mulia untuk mengharap ridhaNya. Yaitu kesuksesan hakiki dimana kesuksesan yang mereka rengkuh itu bertujuan untuk kebaikan diri mereka lagi umat manusia di sekitarnya, sehingga kesuksesan itu kebaikan dan keberkahan bagi mereka lagi mendapat keridhaanNya. Itulah kesuksesan yang sebenar-benarnya bukan hanya kesuksesan fatamorgana semata, yang hanya nampak di mata namun hati dan sekeliling mereka tidak meresakannya.
Oleh karena itu janganlah kita diperdaya akan adanya kesuksesan dunia yang fana ini. Kesuksesan yang nantinya akan memperdaya kita sehingga sifat-sifat buruk menimpa kita dan fitnah duniapun merubung kita. Naudzu billah. Dan semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung seperti apa yang dijanjikan oleh Allah, maka marilah kita jadikan kesuksesan hakiki menjadi orientasi kita, yaitu kesuksesan untuk merengkuh indahnya akhirat.
"…………Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". (Q.S. Ali Imran : 185)
Kegagalan dn kesusahan, mestinya manusia menginginkan kedua hal tersebut tidak melanda diri mereka. Namun bukankah para nabi dan juga sahabat pernah merasakan kedua hal tersebut itu. Apa yang mereka lakukan?, sejatinya mereka tetap berpegang teguh pada tali Allah dan menjadikan Al Qur'an sebagai panduannya. Mereka mencari sebab-sebab kegagalan dan kesusahan itu dengan bermujanat kepada Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Pemberi Rahmat, agar jalan yang nantinya akan ditempuh menjadi lebih mudah. Berbeda halnya dengan kebanyakan dari umat manusia sekarang ini, sedikit saja diberi kesusahan dan sekali saja diberi kegagalan sudah merasa gundah, sempit hatinya lagi putus asa.
Oleh karena itu janganlah kegagalan dan kesusahan itu menjadikan kita lemah ruhiah, sehingga hati menjadi kering lagi putus asa dalam menghadapinya. Harusnya kita yakin betul bahwa kegagalan dan kesusahan itu tidak akan mengakibatkan kemunduran diri kita dari hal-hal yang bersifat ukhrawi. Karena sejatinya kegagalan dan kesusahan itu bukanlah kegagalan dan kesusahan yang hakiki. Dan seharusnya kita jadikan Al Qur'an sebagai penawarnya sehingga kita mendapatkan rahmat dari Allah Azza Wa Jalla sekalipun kita dalam keadaan susah dan janganlah berputus asa dalam menghadapinya.
"Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa". (Q.S. Al Isra' : 82-83).
Sungguh marilah kita senantiasa bertaqwa hanya kapada Allah semata serta memperhatikan apa yang kita lakukan hanya mengorientasikan untuk hari esok (baca :akhirat). Karena apa yang tersedia dalam dunia ini terlampau sedikit bila dibandingkan bila diakhirat. Dan apa yang ada di dunia ini juga terlampau sedikita dari apa yang manusia cita-citakan. Oleh karena itu marilah kita jadikan apa yang kita lakukan di dunia semata-mata untuk mencari ridhaNya. Dan semoga kita terhindar dari kesuksesan dan kesusahan yang bersifat kekinian lagi fana. Dan fatamorgana ini jangan kita arahkan untuk menatap masa depan sehingga kita nantinya hanya terkungkung dalam dunia yang sementara ini. 
            Sekali lagi kita kuatkan untuk mencari kesuksesan yang hakiki, bukan fatamorgana kesuksesan. Serta terhindar dri kesusahan dan kegagalan yang mengakibatkan hidup kita kerdil dihadapanNya akibat ketidakpuasan dan keputusasaan kita. Dan akhirnya marilah kita hanya bertaqwa dan menyandarkan hati dan hidup kita hanya kepada Allah dengan berpegang teguh dalam Al Qur'n dan Sunnah Rasulullah SAW sehingga rahmatNya hadir dalam setiap kehidupan kita, Amin.
            Bukankah Allah berfirman "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q.S. Al Hasyir : 18).



Fatamorgana kesuksesan terkadang menghampiri setiap manusia di alam raya ini. Mampukah kita menghindari itu semua untuk berpaling pada kesuksesan yang hakiki. Sedangkan kesusahan lebih sering lagi hinggap di hidup ini, dan kita berdoa semoga kesusahan itu tidak menjadikan kita kerdil dan berpaling pada jalan yang lurus itu. 



Nokman Riyanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar