Dirgahayu Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke – 71. Membangkitkan Kesadaran Kolektif Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
The slide is a linking image Pure Javascript. No jQuery. No flash. #htmlcaption

Jumat, 04 November 2016

Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa



Sebelum era sekarang, telah lama profesi guru di Indonesia dipersepsi oleh masyarakat sebagai “profesi kelas dua”. Idealnya, pilihan seseorang untuk menjadi guru adalah “panggilan jiwa” untuk memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-masing. Dalam kenyataannya, menjadi guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat keterampilan dan kemampuan khusus.

Guru adalah profesi yang terhormat. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966) mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.

Guru profesional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan, dan nilai-nilai profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat semacam itu, guru profesional memiliki kemampuan melakukan profesionalisasi secara terus-menerus, memotivasi-diri, mendisiplinkan dan meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri, mengembangkan-diri, berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru profesional adalah pembelajar sejati dan menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Menurut Danim (2010) secara akademik guru profesional bercirikan seperti berikut ini :
  1. Mumpuni kemampuan profesionalnya dan siap diuji atas kemampuannya itu.
  2. Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru dan kelompok lain yang “seprofesi” dengan mereka melalui kontrak dan aliansi sosial.
  3. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna etika kerja dan tata santun berhubunngan dengan atasannya.
  4. Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar melibatkan diri secara individual atau kelompok seminat untuk merangsang pertumbuhan diri.
  5. Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam rangka perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan.
  6. Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan mendisiplinkan dirinya.
  7. Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, karena sudah bisa memotivasi dan mengatur dirinya
  8. Secara rutin melakukan evaluasi-diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan-dirii
  9. Memiliki empati yang kuat.
  10. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega, komunitas sekolah, dan masyarakat.
  11. Menunjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja.
  12. Menunjung tinggi Kode Etik organisasi tempatnya bernaung.
  13. Memiliki kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust), dalam makna tersebut mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
  14. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar